Artikel ini dibuat tanggal 31 Mei 2020 dan memenangkan lomba yang diadakan Bitread bertajuk “Festival Literasi Daring: Pelita 1.0”
Istilah physical distancing ramai di seluruh dunia. Lantaran virus korona COVID-19 yang penyebarannya sangat bergantung pada interaksi sosial secara langsung, banyak negara memberlakukan breakout sosial. Sebagai mahasiswa Indonesia di Eropa, tepatnya di Krakow, Polandia, saya merasakan perubahan drastis bagaimana cara kita tinggal dan melakukan kegiatan sehari-hari. Selama saya hidup saya baru kali ini merasakan bahwa kodrat kita sebagai makhluk sosial sedang diuji. Untuk berkumpul dengan banyak orang karena hal yang penting saja tidak boleh, apalagi berkumpul hanya untuk nongkrong. Namun, saya melihat bahwa kita sangat kreatif dan memanfaatkan teknologi yang tersedia untuk kumpul online dengan berbagai macam tujuan seperti pekerjaan, kuliah/sekolah, dan sekadar tegur sapa dan silahturahmi, atau bahkan bermain game dan nonton bersama.
Polandia adalah salah satu negara yang bergerak cepat ketika muncul kasus pertama positif korona yang mendera seorang pria berkebangsaan Polandia berusia 66 tahun yang kembali dari Westphalia, Jerman. Pada tanggal 10 Maret, otoritas membatalkan acara yang memiliki partisipan lebih dari 1000 orang di lapangan terbuka dan 500 orang di dalam ruangan. Institusi kultural seperti opera, teater, museum dan bioskop juga ditutup sejak 12 Maret 2020. Begitupula dengan institusi pendidikan mulai tutup sejak 12 Maret dan semua pembelajaran diadakan secara online. Untuk universitas aturannya juga serupa, namun universitas tetap buka untuk pekerja riset. Border Polandia juga tutup (lockdown) sejak 15 Maret sehingga masyarakat umum tidak bisa bepergian ke luar negeri dan sebaliknya, kecuali penduduk Polandia, warga negara Polandia dan mereka yang memiliki keluarga langsung Polandia. Orang yang memasuki Polandia harus dikarantina selama 14 hari.
Lalu pada tanggal 20 Maret 2020 status virus korona sebagai pandemi resmi dideklarasikan oleh perdana menteri Mateusz Morawiecki. Pada 24 Maret pemerintah Polandia mengumumkan pembatasan lanjutan pada masyarakat. Tempat ibadah dibatasi hanya maksimum lima orang, namun untuk masjid di Polandia sejak 10 Maret ditutup, maka untuk shalat Jum’at hingga shalat Idul Fitri dilakukan mandiri. Untuk belanja, ke dokter, dan berolahraga tidak lebih dari dua orang yang berpartisipasi dan dilarang kontak dengan orang lain. Aturan ini berlaku mulai 25 Maret hingga 11 April. Diberlakukan juga aturan bahwa anak dibawah 18 tahun dilarang keluar rumah tanpa ditemani penjaga legal. Taman, pantai ditutup, begitu juga salon. Pada tanggal 9 April, diumumkan bahwa penutupan institusi pendidikan dan transportasi internasional akan berlanjut hingga 26 April. Pada 16 April semua orang wajib menggunakan masker atau scarf untuk menutupi hidung dan mulut ketika berada di tempat publik.
Polandia saat ini memasuki new normal untuk mengembalikan kondisi sosial, ekonomi dan budayanya kembali seperti semula. Mulai 30 Mei ini masker tidak lagi wajib dikenakan di tempat terbuka, dan pertemuan sampai 150 orang akan diotorisasi ulang. Pembatasan sosial di restoran, cafe, dan pusat perbelanjaan akan dicabut. Pada 6 Juni nanti bioskop, teater, kolam renang dan pusat kebugaran akan diizinkan untuk dibuka kembali.
Dengan adanya peristiwa ini tentunya sedikit banyak mengubah kita menjadi manusia sebagai makhluk sosial. Saya pribadi merasa bahwa kini ajang berkumpul dengan keluarga, teman dan saudara menjadi sangat mewah. Pertamakali saya belajar, ujian, dan beribadah hanya di rumah. Ramadan tahun ini di Polandia juga begitu berkesan dibanding tahun sebelum-sebelumnya karena hanya di rumah dan malahan bisa lebih fokus beribadah. Untuk shalat tarawih dan shalat Idul Fitri alhamdulillah bisa shalat dengan mahasiswa Indonesia yang tinggal di asrama yang sama. Kemudian waktu luang menjadi lebih banyak sehingga lebih banyak hobi, kontemplasi diri dan me time yang tersalurkan. Semoga new normal ini tidak menjadi new problem.
0 comments:
Post a Comment