Awal keberadaan ekonomi syariah sama dengan awal keberadaan
Islam di muka bumi ini, karena ekonomi syariah merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari Islam sebagai sistem hidup. Lahirnya ekonomi syariah bermula ketika
Rasulullah SAW ketika berusia 17 tahun
melakukan aktivitas perdagangannya dengan sistem murabahah, yaitu jual beli
yang harga pokoknya diinformasikan dan marginnya dapat dinegosiasikan.
Sistem ekonomi Islam memiliki tujuan yang tidak hanya memenuhi kesejahteraan material saja, namun juga kesejahteraan hidup yang lebih abadi, yakni
akhirat. Allah SWT sebagai puncak tujuan sistem ekonomi Islam, dengan mengedepankan pencarian keridhaan-Nya
dalam segala alur ekonomi, mulai dari konsumsi, produksi hingga distribusi.
Dalam aplikasinya, perkembangan sistem ekonomi
Islam ditandai dengan banyaknya produk keuangan syariah di Indonesia seperti perbankan syariah, baitul mal wat-tamwil, pasar modal syariah, reksadana
syariah, pegadaian syariah, dan asuransi
syariah. Sistem ekonomi syariah bermanfaat untuk melawan riba
(sistem bunga), mengingat riba hari ini berada dalam puncak kejayaan. Bukan
lagi terjadi antar individu, tapi riba telah viral di skala negara bahkan antar
negara.
Menurut UU Perbankan syariah pasal 2, riba ialah
penambahan pendapatan secara batil dalam transaksi pertukaran barang sejenis
yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan, atau dalam transaksi
pinjam-meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan
dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu.
Islam secara tegas
mengharamkan riba dalam
Surat Al-Baqarah ayat 275 yang artinya “Orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya
jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Terdapat perbedaan antara sistem ekonomi syariah
dengan sistem ekonomi konvensional. Hal ini akan dibahas sistem bank syariah
(sistem bagi hasil) dan sistem bank konvensional (sistem riba/bunga). Pada bank
syariah penentuan besarnya risiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan
berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi, sedangkan pada sistem konvensional
penentuan suku bunga dibuat pada waktu akta dengan pedoman harus selalu untuk
pihak bank.
Aspek lainnya ialah besarnya nisbah bagi hasil
berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh, sedangkan pada sistem bunga
persentasinya berdasarkan pada jumlah uang/modal yang dipinjamkan. Dalam jumlah
pembagian, sistem bank syariah memberlakukan jumlah pembagian yang meningkat
sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan, sedangkan jumlah pembayaran pada
sistem bank konvensional bunga tidak meningkat meskipun jumlah keuntungan
berlipat ganda saat keadaan ekonomi membaik.
Dan yang terakhir ialah, sistem bagi hasil tergantung
pada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan
keuntungan, maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak. Hal
ini berbeda dengan sistem bank konvensional yaitu pihak bank menerima beban
pembayaran bunga kepada nasabah walaupun kondisi perekonomian tidak stabil. Dari
perbedaan-perbedaan ini terlihat bahwa bank syariah lebih memperhatikan
kesejahteraan kedua belah pihak dan tidak timpang sebelah.
Penerapan prinsip syariah pada perbankan di Indonesia di rasa
belum cukup maksimal. Penggunaan bagi hasil
pada
beberapa bank syariah sering kali terlihat tidak jauh berbeda dengan
penggunaan bunga yang ada pada bank konvensional. Maka perlu dilakukan pengkajian ulang tentang penerapan
suatu prinsip syariah pada bank syariah ataupun
lembaga keuangan syariah yang lain. Selain itu, diperlukan juga SDM yang
benar-benar menguasai prinsip syariah tersebut. Dengan SDM yang berkompeten di bidang
ekonomi syariah diharapkan suatu lembaga keuangan
syariah mampu
menerapkan prinsip syariah secara keseluruhan sehingga
kepercayaan masyarakat yang ingin bertransaksi pada lembaga-lembaga keuangan
syariah yang ada di Indonesia semakin meningkat.
Tidak ada pencapaian besar tanpa berawal
dari langkah kecil. Saat ini masih
banyak masyarakat Islam yang belum memahami betul haramnya riba. Kita perlu melakukan sosialisasi dari keluarga hingga ke
lingkungan bahwa riba tidak layak diaplikasikan umat Islam, maka ekonomi syariah
dan perbankan syariah-lah solusinya.
0 comments:
Post a Comment