Bangsa Indonesia, khususnya pemeluk Islam di Indonesia telah mencatat sejarah baru pada hari Jum’at, 12 Desember 2016, yakni Aksi Damai Bela Islam 212. Pada waktu itu umat Islam
melaksanakan tausiyah, dzikir, dan shalat Jumat
berjamaah terbesar, yang dilaksanakan
di Tugu Monumen Nasional (Monas) dengan shaf yang tertib, begitu pula dengan
aksi damai sebelumnya yakni aksi
411 (Jum’at,
4 November 2016) di depan Istana Negara.
FPI (Front
Pembela Islam) bersama Gerakan nasional
pengawal fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) memotori aksi bela islam untuk
menuntut kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama agar diproses secara adil. Aksi super damai ini mampu menggalang massa yang jumlahnya fantastis, sekitar 6–7 juta orang. Kegiatan ini
mencerminkan gerakan dakwah termassal terbesar yang pernah ada, mencetak
sejarah baru di Indonesia. Sebelum itu terdapat aksi 14 Oktober 2016, dan yang terbaru ialah aksi 11 Februari 2017.
Aksi Bela Islam merupakan
refleksi kesadaran umat bahwa betapa pentingnya kepemimpinan Islam hadir di setiap sendi-sendi kehidupan bermasyarakat. Perspektif
umat yang awalnya dangkal tentang
kepemimpinan Islam lambat laun
mulai tercerahkan dilatarbelakangi kasus penistaan agama Islam oleh Ahok. Aksi heroik tersebut juga merupakan cerminan bahwa peran
tokoh partai politik Islam dalam menyerap dan memfasilitasi aspirasi umat saat ini semakin
berkurang. Perlu diketahui
bahwa aksi tersebut bukan digerakkan
oleh ormas atau tokoh,
tetapi murni digerakkan
oleh kesadaran akidah
dan semangat umat membela
Islam. Selain itu, umat mulai memahami
bahwa memilih pemimpin muslim ialah sebuah prioritas, sehingga orientasi politik berbasis pemimpin muslim menjadi lebih kuat.
Peristiwa ini juga merupakan proses
revolusi sosial. Saat
ini orang tidak percaya lagi kepada distribusi informasi yang bersifat satu arah. User Generated Content
(UGC) atau konten maupun
informasi yang dibuat
oleh perorangan yang
mengalir dua arah, seperti media
sosial lebih diminati masyarakat Islam saat ini karena informasi yang diperoleh
lebih cepat dan beragam. Pengamat komunikasi Universitas Ichsan Gorontalo,
Mohammad Nur Hidayat berpendapat bahwa media mainstream lupa bahwa saat ini
umat Islam lebih cenderung mengandalkan jaringan media sosial akibat
bertahun-tahun sering dipelintir dalam pemberitaannya oleh media mainstream. Dengan
adanya dakwah berbasis UGC yang semakin marak saat ini, masyarakat semakin
banyak mengetahui kebenaran dari sebuah peristiwa.
Lebih penting lagi, masyarakat Islam harus
tercerahkan pikirannya bahwa amar ma’ruf nahi munkar (menganjurkan hal-hal yang
baik dan mencegah hal-hal yang buruk) amatlah penting. Saat ini memang hanya sedikit
diantara umat Islam
yang berani dicela ketika ber-amar ma’ruf nahi munkar, sebaliknya lebih
banyak umat Islam yang suka dipuji-puji dengan sebutan moderat. Fenomena ini dijelaskan dalam Surat
Al-Maidah ayat 54 yang
artinya: “Maka
Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun
mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang
bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan
yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.” Ayat tersebut menekankan bahwa akan
datang generasi yang ‘tidak takut pada orang yang mencela’. Sebagai contoh, Habib Rizieq, pemimpin FPI lebih memilih
membasmi tikus (nahi mungkar) dan berharap ustadz lain yang menanam padi (amar ma'ruf). Inilah bentuk persaudaraan Islam yang saling
tolong-menolong dalam kebaikan.
Aksi bela Islam
telah menjadi ajang dakwah modern yang dahsyat untuk meningkatkan iman umat Islam dan memberi dakwah kepada kaum
kafir betapa kehebatan
Islam, karena aksi ini telah
memiliki efek luar biasa dalam beberapa hal. Yang pertama ialah kepada persatuan
umat Islam Indonesia. Kedua,
memberikan tekanan yang efektif kepada para penguasa agar mengadili penista agama. Dan yang terakhir, menorehkan paham di hati kaum kafir
bahwa Islam itu memang benar rahmatallila'lamin.
Setelah aksi ini terjadi, diharapkan
semakin banyak umat Islam yang sadar bahwa Islam harus senantiasa hadir dan melekat
di hati umatnya sebagai pedoman keseharian, baik dalam persoalan politik,
pendidikan, dan sebagainya, karena hidup lebih tenang dan tentram dengan Islam.
Mari kita
dukung ulama Indonesia yang takut kepada Allah SWT dan patuh
kepada Rasul-Nya. Fenomena Aksi Bela Islam ini menggambarkan bahwa gerakan dakwah modern sangatlah penting bagi kemaslahatan
umat.
0 comments:
Post a Comment