Judul : Yasmin
Penulis :
Diyana Millah Islami
Penerbit :
Bunyan
Tahun Terbit : 2014
Jumlah Hal :
276
Novel ini
memaparkan tentang kehidupan di Madura, baik bahasa, kultur, maupun pendidikan.
Yasmin adalah seorang siswi Madrasah Ibtidaiyah dari Madura yang tinggal dengan
ayah, emak, kakak, dan keponakannya. Yamin ingin memperdalam ilmunya dengan belajar
di pesantren, tetapi dilarang oleh emaknya, Mak Tik. Keluarga Yasmin hidupnya
pas-pasan, emaknya hanya seorang tukang jahit dan adiknya, Sarni masih sekolah
juga. Lalu kakak Yasmin, Cak Misrun agak difabel, karena pikiran dan
kelakuannya seperti anak kecil yang terkadang tidak terlalu memahami perkataan
orang lain. Sedangkan ayah Yasmin sakit-sakitan sejak lama. Mereka juga
menampung keponakan Yasmin, Leli yang tidak memiliki ibu sejak lahir, dirumah
mereka. Yasmin tahu Emak tidak bisa melakukan semuanya sendirian, menjadi
penopang keluarga yang tengah berantakan, hal yang menyebabkan seringnya Mak
Tik bersikap galak dan tegas. Walaupun begitu, Cak Misrun masih bisa membantu
mencari nafkah dengan bekerja di rumah Lek Ji Ridwan. Yasmin dilarang belajar
di pondok karena nanti tidak ada yang bisa membantu Mak Tik dan memerlukan
biaya yang tidak besar untuk mondok. Yasmin hanya ingin belajar di pesantren,
tapi juga tak ingin menyakiti hati Emak. Yasmin ingin berilmu seperti Ali dan
para sahabat Nabi lainnya, tapi ia juga ingin berbakti seperti bakti Fatimah
kepada Ayahanda Nabi Muhammad Saw. Oleh karena itu, Yasmin berusaha agar dapat
ikut belajar di pesantren tanpa harus menjadi murid resmi atau mondok dari
pesantren tersebut. Ia menjadi santri tak resmi di sekolah diniyah milik Kiai
Durahem.
Tak disangka-sangka,
Yasmin bertemu kembali dengan Supriyadi, bekas kakak iparnya, sekaligus ayah
dari Leli, yang telah lama menghilang. Bahkan Leli pun tidak mengenal ayahnya
sampai saat ini. Sampai akhirnya Leli bertemu dengan ayahnya dan kini tinggal dirumah
ayahnya.
Di Madrasah
Ibtidaiyah, Yasmin punya guru olahraga baru yang juga seorang mahasiswa tingkat
akhir di kota, namanya Hasan. Ia seringkali membantu Hasan menyelesaikan
penelitiannya yang bertema kebudayaan Madura, dibantu Halimah, putri Kiai
Durahem. Ayah Yasmin adalah seorang seniman mamacah, yakni kesenian lama
berdendang, bercerita bernafaskan islam. Mamacah sering dipentaskan pada acara
keagamaan di pesantren Madura. Seringnya bersama, membuat Hasan dan Halimah
saling jatuh cinta, tanpa ada pengakuan dari keduanya.
Hasan merekomendasikan
Yasmin ikut lomba menggambar. Yasmin meminta kepada emaknya kalau ia menang
lomba itu, emaknya harus setuju memondokkan Yasmin. Tetapi takdir berkata lain,
ia kalah dalam lomba tersebut. Tak tahan, Yasmin melarikan diri dan bertemu
dengan Supriyadi yang telah menjadi supir angkot. Halimah ikut menjelaskan
kepada Yasmin dengan kisah islami bahwa surga itu ada di telapak kaki Ibu, dan
untuk pandai ilmu agama tidak harus belajar di pondok, seperti Tirmidzi yang
mengurungkan niatnya mengembara untuk menuntut ilmu karena harus mengurus
ibundanya yang tua, lemah, dan sakit-sakitan. Tetapi ia tetap dapat menjadi
orang yang sangat pandai ilmu agama karena diajarkan Nabi Khidir setiap hari
atas izin Allah SWT. Maka, mari berbakti kepada orang tua. Setelah kembali ke
rumah, Yasmin pun menolak ajakan emak untuk segera mondok dan menunggu sampai
keadaan keluarga membaik dan lulus dari Madrasah Ibtidaiyah.
Beberapa tahun
berlalu. Setelah lulus dari Madrasah Ibtidaiyah, Yasmin berangkat mondok. Ayahnya
telah sembuh total dari penyakit yang dideritanya. Hasan telah bergelar master
Humaniora, dan bertekad akan melabuhkan cinta sejatinya bersama Halimah menjadi
halal, melamar lalu menikah dengan Halimah atas persetujuan Pak Kiai dan Mak
Nyai.
Novel
ini memiliki gaya bahasa yang menarik. Mengangkat budaya lokal Madura ditandai
dengan tercerminnya bhupak-bhebu-guru-ratoh
(bapak-ibu-guru-raja/orangtua-kiai-penguasa). Pernah suatu hari Yasmin
mengantarkan baju yang selesai dijahit kepada Mak Nyai Munah, istri Kiai Durahem,
dan Yasmin disuruh emaknya untuk tidak menerima ongkos menjahit dari Mak Nyai
Munah karena masyarakat Madura sangat menghormati dan segan kepada guru dan
keluarganya serta sanak familinya, baik di hadapannya maupun di belakangnya. Begitupula
sikap sangat sopan dari semua orang untuk Halimah, putri Kiai Durahem. Untuk
menghindari kebingungan pembaca tentang kata-kata berbahasa Madura, penulis
melengkapi bukunya dengan catatan kaki. Bertemakan novel islami, menggambarkan
bagaimana kegiatan religi anak pesantren yang mondok, tetapi tidak terkesan
menggurui. Terdapat pula unsur romansa dalam novel ini. Penulis dapat
menghidupkan karakter tokoh-tokoh utamanya sehingga pembaca dapat larut dalam
alur cerita dan berimajinasi. Dari segi amanat, novel ini memberikan pelajaran
berharga tentang kekuatan tekad, cinta, dan kesederhanaan. Tak heran novel Yasmin
menjadi Pemenang Pertama Lomba Menulis 1000 Wajah Muslimah.
0 comments:
Post a Comment