Islam adalah
sebuah kata dalam Bahasa Arab yang artinya pasrah. Islam adalah ajaran pasrah kepada Allah SWT. dengan
Agama Islam kita dapat mengetahui bagaimana penciptaan alam semesta, tujuan dan
petunjuk hidup. Orang yang memeluk Islam berarti telah memegang pedoman yang
benar. Sedangkan, orang yang tidak memeluk Islam dengan kufur terhadap Allah
maka ia berada dalam kesesatan.
Islam adalah
satu-satunya agama yang benar. “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam,
maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di
akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran [3]: 85). Al-Quran
adalah satu-satunya kitab suci yang harus diikuti. Nabi Muhammad SAW adalah
satu-satunya nabi yang wajib diteladani oleh seluruh manusia. Pendidikan Agama
Islam di Indonesia selain dilakukan dengan memperhatikan nilai-nilai keIndonesiaan
juga pastinya harus mematuhi syariat Islam murni sesungguhnya berdasarkan
Rasulullah SAW, Al-Qur’an, dan sunnah.
Biasanya di
sekolah-sekolah SD, SMP, SMA/K Umum pelajaran Agama Islam hanya diadakan selama
seminggu sekali. Bahkan di universitas, ada yang hanya 1 mata kuliah Agama
Islam saja selama 1 semester. Saya merasa durasi demikian terlalu sedikit, juga
kurikulum yang diberikan tidak sesuai karena belum memenuhi standar minimal
penguasaan keterampilan dan pengetahuan/wawasan akan Agama Islam. Kurikulum
yang diberikan saat ini hanya kulitnya saja, kurang isi, seharusnya pelajar
muslim yang sekolah di sekolah umum juga berhak mendapatkan pendidikan Agama Islam
ala pesantren walaupun mereka tidak bersekolah di pesantren. Salah satu cara
adalah dengan meramu kurikulum dengan mengadopsi kurikulum pesantren. Seperti
pada tingkat SD, khusus pelajaran Agama Islam kurikulumnya mengadopsi MI. Begitu
pula dengan tingkat selanjutnya. Walaupun pastinya lebih mendalam jika belajar Agama
Islam di pesantren, tetapi seharusnya pelajar di sekolah umum juga berhak
mendapatkan ilmu ala pesantren dengan mengadopsi kurikulum dari pesantren. Juga
hendaknya terdapat pelajaran Bahasa Arab di semua jenjang sekolah umum dengan
mengadopsi kurikulum dari sekolah Islam. Seharusnya durasi pendidikan Agama
Islam diperbanyak dua kali lipat durasinya untuk sekolah SD, SMP, SMA/K Umum.
Sedangkan untuk universitas dapat membuat 1 mata kuliah berbeda setiap semester
khusus belajar pendidikan Agama Islam. Seharusnya setelah sarjana, siswa dapat
memahami bahasa arab, sharaf, aqidah, hadits, nahwu, fiqih, dan sirah nabawiyah.
Sedangkan nilai
keIndonesiaan yang baik saja, maksudnya sejalan dengan syariat Islam seperti
sopan santun, menghormati orang tua, menggunakan tangan kanan untuk berjabat
tangan, memberikan sesuatu, mencium tangan orang tua, saling senyum dan sapa,
musyawarah, gotong-royong tetap digunakan sebagai acuan model pendidikan Agama Islam
pada sekolah umum maupun pesantren. Begitu pula dengan budaya Indonesia
lainnya, budaya tersebut boleh dijalankan asalkan dilakukan dengan mengutamakan
syariat Islam, misalnya menggunakan kebaya untuk acara pernikahan hendaknya
bagi wanita kebayanya berlengan panjang, tidak membentuk lekuk tubuh, dan
menggunakan jilbab syar’i.
Titik
temu antara pendidikan Agama Islam dengan nilai keIndonesiaan adalah,
menggunakan integrasi antara nilai keIndonesiaan yang dimiliki dengan syariat
islam untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Jika misalnya di
Indonesia terdapat budaya musik dangdut, maka modifikasikanlah musik dangdut
tersebut dengan membawakan lirik dan lagu yang bernafaskan islam, dengan
penyanyinya hanya lelaki saja. Karena hal itulah yang dibolehkan Islam. Islam
tidak membolehkan perempuan bernyanyi karena suara wanita itu adalah aurat,
sama seperti lekuk tubuhnya juga merupakan aurat yang tidak boleh diumbar-umbar
ke khalayak ramai.
Nilai-nilai keIndonesiaan
pada pendidikan Agama Islam disekolah bisa dilakukan dengan menanamkan
nilai-nilai keIndonesiaan yang sesuai syariat Islam di sekolah berdasarkan
pancasila seperti ketuhanan Yang Maha Esa berarti untukmu agamamu untukku
agamaku. Islam mengajarkan toleransi terhadap agama lainnya, dan pastinya bukan
toleransi yang kebablasan, seperti senantiasa berbuat baik kepada tetangga non-muslim,
bermuamalah yang baik dan tidak berbuat hal buruk kepada saudara non-muslim,
tidak melakukan kekerasan / pembunuhan kepada non-muslim kecuali jika mereka
memerangi kaum muslimin, dan juga adil dalam hukum dan peradilan kepada
non-muslim.
Sedangkan Islam
melarang keras toleransi kebablasan, yakni jika ada sebagian dari ajaran Agama
Islam lebih baik, maka non-muslim akan amalkan itu. Sebaliknya, jika ada
sebagian dari ajaran Agama non-muslim lebih baik, maka muslim akan amalkan itu.
Hal itu bertentangan dengan QS. Al-Kafiruun: 1-6 yang artinya: "Katakanlah
(wahai Muhammad kepada orang-orang kafir), “Hai orang-orang yang kafir, aku
tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang
aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan
kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah
agamamu dan untukkulah agamaku”. Toleransi tidak bisa dimaknai dengan
meninggalkan hukum-hukum yang terkandung dalam syariat. Kita harus bertoleransi
dengan tanpa meninggalkan hukum Islam, contohnya perilaku Nabi Muhammad SAW, ketika
terjadi keributan antara kaum Muslim dan kaum Quraisy serta Yahudi, Rasul
menawarkan solusi dengan membuat Piagam Madinah untuk mencari kedamaian dan
kehidupan tentram dalam bermasyarakat. Seperti yang terdapat pada pasal 16 yang
tertulis, “Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas
pertolongan dan santunan, sepanjang (kaum mukminin) tidak terzalimi dan
ditentang.”
Sedangkan pada
sila kedua yakni kemanusiaan yang adil dan beradab yakni hukum harus adil dan
semua manusia segala kondisi ekonomi strata sosial dan lain-lain diperlakukan
sama didepan hukum, persatuan Indonesia yakni Indonesia harus bersatu dan damai
walau kita berbeda-beda pandangan.
Pada sila
keempat yakni kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan yang artinya demokrasi. Hukum Islam juga hendaknya
diaplikasikan lebih banyak pada sistem demokrasi dibanding sebelumnya. Dalam
Islam, kita wajib menaati pemerintah selama bukan dalam kemaksiatan. Kewajiban untuk
mendengar dan taat kepada pemerintah muslim ini juga dibatasi selama tidak
tampak dari mereka kekufuran yang nyata. Juga pada sila terakhir yakni keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang artinya semua manusia harus
diperlakukan adil dalam tindakan sosial seperti semua manusia memiliki HAM yang
sama dan setara, dan serta saling menghormati.
Kita harus
menjaga kesucian Agama Islam, tidak tercampur-campur kebudayaan lain yang tidak
berselaras dengan syariat Islam. Kita harus Kalau budaya tersebut salah satunya cocok dan
selaras dengan syariat Islam murni, tentu boleh dielaborasi. Dalam masalah budaya, tidak mengapa kita
menyerap budaya bangsa kita sendiri ataupun bangsa lain, selama budaya itu
bermanfaat bagi kita dan tidak menyelisihi Ajaran Islam dan nilai-nilainya.
Bahkan kita harus mengganti sebagian budaya kita, bila memang bertentangan
dengan risalah Islam. Sebagai contoh, dulu Nabi Muhammad SAW berjuang mengubah
budaya-budaya Arab yang bertentangan dengan syariat Islam.
Implementasi
Pendidikan Agama Islam berbasis nilai-nilai keIndonesiaan seharusnya dengan
menggunakan kurikulum Islam ala pesantren yang sesuai dengan ajaran Nabi
Muhammad SAW, sesuai dengan syariat Islam murni berdasarkan Al-Qur’an dan
sunnah, berlandaskan pancasila, juga dengan budaya Indonesia yang bermanfaat
bagi kita, selama tidak menyelisihi Ajaran Islam dan nilai-nilainya untuk terutama
diaplikasikan pada sekolah umum, dengan
durasi dua kali lipat lebih banyak dari sebelumnya, dan 1 mata kuliah
setiap semester sampai lulus untuk universitas.
0 comments:
Post a Comment