Pada zaman keemasan, umat Islam hampir 7 abad menjadi superpower dala segala
bidang termasuk dalam ilmu pengetahuan. Karena dalam Islam ketika
mengamalkan dengan benar maka diperlukan pengetahuan, misalnya dalam
menentukan waktu salat dan puasa kita dituntut mengetahui peredaran
bulan.
Bagaimana pun dalam ibadah yang kita lakukan baik salat
ataupun puasa ternyata kita harus mempelajari tanda-tanda alam. Oleh
karena itu Islam menganjurkan kita untuk memperhatikan dan mempelajari
tanda-tanda alam seperti perputaran matahari, perputaran bulan, orbit
matahari, orbit bulan, dan lain-lain. Menurut Prof. Agus Purwanto,
penulis “Ayat-ayat Semesta” beliau mengatakan bahwa ada sekitar 800 ayat
dalam Al Quran yang berkaitan dengan alam semester.
Ayat-ayat
tentang alam semesta yaitu ayat-ayat yang menggambarkan bumi langit
beserta isinya. Sedangkan ayat-ayat tentang salat dan puasa hanya
beberapa. Alam semesta dalam hal ini kita belajar Sains secara luas,
alam semesta dan isinya, termasuk juga manusia baik dari sisi
penciptaannya maupun dari sisi sosiologinya. Salah satu mengapa Islam
mewajibkan belajar alam semesta karena dalam penciptaannya meliputi
penciptaan langit dan bumi, silih bergantian malam dan siang, bahkan
penciptaan manusia itu sendiri merupakan tanda-tanda bagi orang yang
berfikir. Orang orang yang berpikir, berarti dia harus menggunakan
akalnya.
Ada 5 aspek dari manusia yaitu: akal, ruh (QS 17:85), qolbu, nafsu,
jasad (QS 38:71, 25:54). Jasad ini terkait dengan penciptaan manusia
yang berasal dari tanah atau air mani. Dalam Islam kita harus memenuhi
atau memberikan makanan kelima unsur tersebut. Nafsu ada nafsu yang baik
(mutmainnah) atau nafsu yang tidak baik (madzmumah). Akal harus kita
penuhi dengan ilmu, ruh harus diisi dengan mempelajari ayat-ayat Al
Quran yang berkenaan dengan ketenangan jiwa. Jasad seperti kita ketahui
harus dipenuhi kebutuhan nutrisi dengan makanan yang sehat dan halal.
Ruh juga berkaitan dengan aspek sosial di mana manusia tidak bisa hidup
sendiri tetapi membutuhkan kehadiran orang lain baik dalam keluarga
(suami-istri) maupun dalam masyarakat.
Sehubungan dengan pemenuhan akal dengan ilmu, Allah Swt berfirman dalam QS Ali Imran: 190-191.
“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (ulil albab),
[yaitu] orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi [seraya berkata]: "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan
ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka. Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke
dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi
orang-orang yang zalim seorang penolongpun.”
Dalam ayat 190
yang dimaksud ulil albab tidak sekedar orang yang berakal tetapi adalah
orang-orang yang mempunyai daya analisis yang tajam. Agar supaya kita
mempunyai hasil analisis yang tajam maka sebagaimana dijelaskan dalam
ayat 191 kita dituntut untuk mengingat Allah baik sambil berdiri, duduk
atau dalam berbaring. Berdiri, duduk dan berbaring merefleksikan seluruh
kegiatan kita sehari-hari. Kegiatan berdiri dapat berupa berdiri sambil
berjalan atau berdiri diam. Duduk misalnya ketika kita sedang belajar
dengan serius.
Bagi pembicara yang bergulat dalam fisika teori
(fisika matematika), duduk yang dilakukan adalah duduk untuk menghitung.
Bagi yang bergulat dalam ekperimen aktifitasnya bisa meliputi berdiri
atau duduk. Duduk juga berarti pada saat kita sedang makan. Berbaring
ketika kita sedang tidur, meskipun pada umumnya tidur tidak untuk
berpikir namun bagi para peneliti (mahasiswa PhD) yang sedang
menyelesaikan problem-problem dalam penelitiannya (lab), terkadang
masalah tesebut terbawa dalam mimpi. Di semua kegiatan dalam hidup kita
itu, kita memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi, atau apa yang
terjadi di alam. Dan hal itu diperintahkan oleh Allah Swt.
Menurut pembicara, umat Islam itu wajib mempelajari mekanika
kuantum, teori relativitas baik umum maupun khusus, dan ilmu yang
berkaitan dengan penciptaan langit dan bumi. Sehingga segala aspek hidup
kita baik berdiri, duduk dan berbaring benar2 akan seperti ini.
Dalam ayat 191 yang menjadi ciri keimanan seorang ilmuwan adalah ketika dia berdoa
“Rabbana maa kholaqta hadza baatila yang artinya, "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia”
Kita harus terus belajar, jangan sampai ilmu yang tidak disertai dengan
mengingat Allah Swt menjadikan manusia sombong. Kesombongan ibarat dalam
grafis matematika sebagai maksimum global yang tidak ada lagi maksimum
selain titik itu, sehingga setelah itu yang ada adalah jatuh karena
labil.
Bagaimana Islam menghargai kita untuk belajar. Dalam Al Quran 2:23-24. Allah Swt berfirman:
“Dan
jika kamu [tetap] dalam keraguan tentang Al Qur’an yang Kami wahyukan
kepada hamba Kami [Muhammad], buatlah [6] satu surat [saja] yang semisal
Al Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu
orang-orang yang benar. (23) Maka jika kamu tidak dapat membuat [nya]
dan pasti kamu tidak akan dapat membuat [nya], peliharalah dirimu dari
neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi
orang-orang kafir. (24)”.
http://ramadan.detik.com/read/2014/07/02/141928/2625651/626/3/islam-wajibkan-umatnya-belajar-sains
Pentingnya Umat Islam Belajar Sains
Info Post
0 comments:
Post a Comment