Kisah
perjalanan bisnis keterampilan yang dikelola suami-istri Suwito Sudarmo (56)
dan Erdawati Suwito (50) berawal dari menerima tempahan menjahit busana, sampai
akhirnya memiliki begitu banyak bidang usaha, salah satunya memiliki yayasan
sendiri.
Selepas
lulus dari STMN 1 Jambi tahun 1980-an, Suwito melanjutkan studi ke Fakultas
Teknik Akademi Teknik Medan (kini Universitas Medan Area). Sambil kuliah, dia
bekerja sebagai pengawas bangunan pada kontraktor di Medan. Disinilah dia
bertemu dengan Erdawati yang saat itu siswa kelas 2 SMA dan mengajar di sebuah
SD di Jalan Mabar, Medan. Suwito dan Erdawati memiliki kesamaan yakni sama-sama
suka bekerja keras, terbukti dengan mereka yang ketika bersekolah juga sambil
bekerja.
Erdawati
meneruskan pendidikannya ke Fakultas Pertanian Universitas Medan Area dan
mengajar sebagai guru di sejumlah SMA. Sore harinya, ia mengambil kursus
menjahit, walau dia harus berpindah-pindah tempat kursus karena menurutnya
banyak lembaga kursus yang hanya memberikan sertifikat dan tidak peduli pada
kemampuan siswanya. Ia merasa kurang puas dengan lembaga kursus saat itu dilihat
dari segi kualitas pendidikannya.
Setelah
menikah tahun 1989, Erdawati meninggalkan aktivitasnya sebagai guru dengan
membuka usaha jahit di rumahnya, di Perumahan Simalingkar. Mulanya, Erdawati
menggeluti bisnis menjahit tempahan busana wanita dari mulut ke mulut. Jadi,
setelah Erdawati menjahit, kemudian pelanggan bercerita ke temannya. Akhirnya
sang teman dari pelanggan tadi pun menjahit ke Erdawati juga.
Dari
hasil terima tempahan, Erdawati yang didukung Suwito Sudarmo sang suami,
berpikir untuk membuat pelatihan keterampilan wanita, yaitu mendirikan LPP
(Lembaga Pendidikan dan Pelatihan) Srikandi pada tahun 1997 untuk mencetak
tenaga kerja terampil yang ditujukan untuk perempuan. Erdawati terinspirasi
dengan beberapa kursus yang dahulu ia ikuti yang ia rasa kurang bagus dari segi
kualitas pendidikannya. Ia bertekad membuat LPP yang peduli pada kemampuan
srikandi-srikandinya, tidak hanya bermodal sertifikat yang berupa selembar
kertas saja.
Tempat
tinggal mereka pun berpindah-pindah tempat, awalnya di Perumahan Simalingkar,
lalu daerah Sunggal Kanan Deli Serdang, juga daerah Kwala Bengkala. Dulu mereka
tinggal di rumah tipe 21 yang terletak di gang kecil, mobil tidak bisa masuk.
Dan jika ada pelanggan datang, mobilnya diparkir di ujung gang. Dan akhirnya
mereka membeli tanah dan membangun rumah yang cukup besar di Jalan Pintu Air IV Gang Keluarga No. 16,
Kuala Bekala, Medan yang sekaligus merupakan lokasi LPP Srikandi. Di tempat
tersebut, terdapat kegiatan jahit - menjahit busana wanita, bordir, sulaman
tangan, desain motif sulaman border untuk bahan kebaya, taplak meja, menyulam,
melukis kain, membuat rangkaian bunga, juga memasang payet hingga pengemasan
produk dan juga manejemen pengelolaan usaha kecil diajarkan di rumahnya, dan
sebagainya.
Sebelumnya,
mereka telah mendirikan CV Srikandi tahun 1994 untuk memenuhi permintaan pasar
akan sandang yang semakin dibutuhkan pada saat itu. LPP Srikandi ini memiliki
prinsip bahwa para muridnya tidak boleh bergantung kepada negara lain, misalnya
bekerja di negeri orang. LPP Srikandi mengajarkan kemandirian, yakni setelah
lulus mereka dapat langsung bekerja di CV Srikandi atau membuat usaha sendiri
untuk mengurangi angka pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan di
Indonesia, khususnya daerah Sumatera Utara.
Suwito
berhenti bekerja sebagai kontraktor tahun 1997 dan memilih fokus mengembangkan
Yayasan Srikandi. LPP Srikandi berada di bawah Yayasan Srikandi. Sementara CV
Srikandi dipimpin Erdawati. Setelah ditangani Suwito, beberapa lembaga dari
pemerintah, BUMN, juga swasta dan LSM bekerja sama dengan LPP Srikandi dengan
melatih perempuan pinggiran dan korban bencana agar memiliki keterampilan untuk
meningkatkan kesejahteraan mereka. Pelatihan dilakukan di kampung-kampung di
daerah Sumut dan Aceh. Atas kegiatannya itu, mereka berkesempatan studi banding
sampai ke Malaysia, Hongkong, dan Australia. Suwito telah membuat Yayasan
Srikandi semakin maju.
Erdawati
senantiasa penuh kesabaran dan bersikap lemah lembut ke semua murid-muridnya.
Erdawati yang saat ini sudah melahirkan ribuan Srikandi yang siap pakai di
beberapa daerah dan tersebar di Sumatera bagian utara. Ribuan srikandi tersebut
diharapkan dapat menyerap banyak tenaga kerja di daerahnya dengan membuka usaha
bermodal keahlian yang dimiliki. Erdawati juga senantiasa menanamkan sikap
kedisiplinan ke murid-muridnya dengan: “sedikit bicara, banyak bekerja”. Karena
pada saat kita bicara pun bisa sambil bekerja. Dan pekerjaan yang membutuhkan
ketekunan serta kesabaran ini bisa dilakukan di rumah.
Materi
yang disajikan pun makin lama kian bertambah. Untuk semua materi keterampilan
yang diajarkan, Erdawati berusaha keras menimba ilmu hingga ke beberapa negara
luar, termasuk Singapura, Australia dan Malaysia. Dari belajar ke beberapa
negara itu mereka banyak mendapat pengetahuan yang kemudian diturunkan ke srikandi-srikandi
masa depan yang mereka latih di LPP Srikandi. LPP Srikandi saat ini memiliki 70
instruktur tata busana, tata boga, dan tata rias. Para instruktur tersebut juga
alumni LPP Srikandi.
Soal
pemilihan nama Srikandi, memiliki misi dan cita-citanya sama dengan Kartini.
Yang beda di mottonya, kalau Kartini dengan “Habis Gelap Terbitlah Terang”,
sedang Srikandi mempunyai motto “Terang Benderang” dengan kepanjangan Setia,
Ramah, Intelektual, Kreatif, Antusias, Nepotisme (untuk alumni), Disiplin dan
juga Inovatif.
Seiring
perkembangan zaman, Yayasan Srikandi saat ini sudah memiliki peralatan canggih
berupa mesin bordir elektrik menggunakan dinamo. Harganya pun sekitar 2 juta
rupiah. Bagi siswa yang ingin langsung membuka usaha, tapi belum bisa membeli
mesin, Srikandi juga menyediakan jasa sewa mesin dengan harga tertentu.
Sedang
untuk biaya belajar, Srikandi memasang tarif rata-rata 2,5 juta rupiah untuk
masing-masing paket, sampai mahir. Khusus untuk paket pembuatan kebaya/wiron,
biayanya mencapai 7,5 juta rupiah. Lontorso dan gaun pengantin, masing-masing
5,5 juta rupiah, dengan waktu belajar seharian penuh selama seminggu sampai 5
minggu hari kerja.
Untuk
pengembangan usaha ke depan Erdawati sudah punya daftar perencanaan, di
antaranya mendirikan sekolah keterampilan perempuan yang dimulai dari jenjang
sekolah menengah atas—dulu SKKP. Erdawati juga memiliki obsesi untuk masa depan
yakni membesarkan nama Srikandi dengan mendirikan sekolah keterampilan
perempuan yang nantinya dikelola oleh anak perempuan semata wayangnya, Intan
Purwo Putri Widarti.
Sumber:
Artikel berjudul “Suwito – Erdawati: Keterampilan
Perempuan untuk Kesejahteraan” pada Koran Kompas hari Sabtu, 31 Agustus 2013.
0 comments:
Post a Comment